PETANI DAN KESEJAHTERAANNYA

Petani dan Kesejahteraannya. Pertanian merupakan sektor srategis yang selalu diangkat ketika datang masa pencalonan pejabat politik, mulai dari DPRD sampai kepada Presiden, tentu mereka tahu betul bahwa banyak orang di Indonesia yang menggantungkan hidup mereka dalam bidang pertanian, maka kemudian isu yang sering kali diangkat untuk mendapatkan dukungan dari petani adalah seputar kesejahteraan kaum tani, bagaimana para petani dapat hidup layak, dan bagaimana pertanian dapat diberikan teknologi yang meringankan kerja petani. Nyatanya kaum tani hari ini sungguh berada dalam keadaan yang kurang menyenangkan, yang pada akhirnya mendorong para kaum muda enggan bahkan terkesan menjauhi profesi yang satu ini. 

Citra petani dalam masyarakat kebanyakan memang kurang menarik, profesi petani dianggap tidak dapat menjanjikan kehidupan yang layak bagi mereka yang terjun di dunia cocok-tanam. Enggannya generasi muda untuk terjun dalam dunia tani dapat dilihat dari minimnya orang yang mencantumkan profesi petani dalam Kartu Tandan Penduduk/KTP-nya. Hal ini selain diakibatkan oleh tingkat pemahaman masyarakat tentang profesi petani, juga diakibatkan oleh masyarakat yang memandang bahwa petani bukanlah pekerjaan yang membanggakan, sebagaimana dapat kita lihat dari penghasilan para petani yang hanya mencapai sekitar 1030.000 (satu juta tiga puluh ribu) per bulan (kompas.com),  yang jauh dari angka hidup layak (UMR), hal ini membuat adanya migrasi besar – besaran keluar dari profesi petani, menurut kompas.com pada kisaran tahun 2003 – 2013 terdapat 5,1 juta keluarga tani yang terpaksa meninggalkan profesi sebagai petani. Data yang dikeluarkan BPS menyebutkan bahwa dalam kisaran waktu satu tahun (2015 – 2016) terdapat 1,8 juta tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian (BPS Agustus 2016).

Memburuknya citra petani dalam jangka panjang tentu akan berakibat pada menurunnya produksi tanaman pangan, padi, padahal kebanyakan masyarakat Indonesia adalah pengonsumsi beras, hal ini akan menciptakan ketidak setabilan dalam masyarakat. Keadaan ini juga diperparah dengan adanya konversi pemilikan lahan, dari petani kepada bukan petani. Dalam waktu Sepuluh tahun di pulau jawa ada konversilahan lahan sebanyak 508.000 ha, yang dipastikan akan menurunkan angka produksi tanaman pangan.

Baca Juga: GERAKAN SOSIAL BARU

KEAHLIAN PETANI

petani dan kesejahteraanya
Sumber: pixabay.com

Walaupun dikenal sebagai Negara agraris, perkembangan pertanian di Indonesia masih terasa kurang maksimal, hal ini dapat kita  lihat dengan banyaknya atau mayoritas petani merupakan orang – orang yang tidak terdidik dalam bidang pertanian. Rata- rata dari mereka, mendapatkan kemampuan bercocok tanam secara turun- temurun dari para pendahulunya, atau belajar secara otodidak, hal ini mengakibatkan tidak ada inovasi yang dikembangkan oleh petani dalam mengatasi permasalahan pertanian, misalnya masalah hama, gulma, wereng, dll. Para petani cenderung mengandalkan obat kimia pabrikan.  Hal ini akan berdampak kepada kemungkinan kegagalan (non-alam) lebih tinggi.

Padahal jika petani memiliki kemampuan perihal pertanian tentu akan membuat petani lebih berdikari (berdiri diatas  kaki sendi) dan tidak memiliki ketergantungan yang berlebihan terhadap obat- obat kimia pabrikan, karena dengan kemampuan ini petani akan dapat melakukan evaluasi- evaluasi terhadap kegagalan dimasa silam, sehingga kualitas dan kuantitas panen dapat dimaksimalkan.

FAKTOR – FAKROR YANG MEMPENGARUHI LEMAHNYA SEKTOR PERTANIAN

Permasalahan dunia petanian sungguh sangat kompleks, namun secara garis besar permasalahan ini dapat kita kategorikan dalam tiga hal, yang pertama adalah masalah produksi, kedua masalah distribusi dan yang terahir adalah perihal ketergantungan harga. Masalah produksi sebagaimana telah disinggung di atas, pertanian Indonesia yang masih bersifat tradisional, serta kemampuan petani yang bisa dibilang pas-pasan sehingga membuat produksi kurang masksimal, ditambah dengan persaingan kualitas produk hasil pertanian dari berbagai Negara juga menambah derita petani Indonesia.

Permasalahan distribusi ini terdapat pada infrastruktur yang kurang memadai, tempat produksi yang jauh dari jalan raya, membuat petani harus menanggung biaya lebih untuk pengangkutan gabah/ hasil panen lainnya menuju jalan yang lebih mudah diakses oleh angkutan besar (truk). Permasalahan infrastruktur ini sebenarnya juga mempengaruhi biaya produksi, karena petani juga hilir mudik untuk proses pemupukan dan atau perawatan tanaman, karena sawah yang jauh dari jalan, membuat petani harus mencari buruh angut, atau setidaknya diangkut sendiri, hal ini membuat produksi yang kurang efektif bagi para petani.

Selanjutnya adalah masalah ketergantungan harga, banyaknya rantai pada perdagangan hasil pertanian membuat petani mendapatkan harga yang relative rendah. Petani tidak menjual langsung kepada konsumen, karena konsumen yang terletak jauh dari petani karena jumlah panen yang relative besar yang takmungkin jika dijual langsung kepada konsumen secara mandiri. Selain itu petani yang tidak memiliki nilai tawar terhhadap pedagang membuat petani terpatok terhadap harga yang diberikan oleh para tengkulak.

menurut Nani Maryani faktor lemahnya pertanian Indonesia disebabkan oleh, menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya lahan, terbatasnya infrastruktur yang menunjang, kemampuan alih teknologi, panjangnya rantai tata niaga pertanian, sebagai berikut;

Menurunnya Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Lahan.

Menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya lahan diakibatkan oleh pemakaian bahan kimia an-organik secara berlebihan, sehingga kualitas tanah menjadi menurun. Selain itu, petani yang tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki kualitas tanah, mempuat petani semakin ketergantungan dengan bahan kimia an-organik, dan cenderung menambah dosis pemakaian bahan kimia. Alih lahan dari lahan pertanian menjadi perumahan juga menambah panjang permasalahan pertanian Indonesia, karena pengurangan lahan akan otomatis membuat kuantitas produksi berkurang.

Terbatasnya Infrastruktur Yang Menunjang.

Ketersediaan waduk dan sistem irigrasi yang dirasa sangat minim diberbagai daerah, mengakibatkan meningkatnya peluang untuk gagal ganen, kabar adanya lahan yang kekeringan sudah menjadi rutinitas yang terjadi setiap tahunnya adalah merupakan bukti nyata adanya system pengairan yang kurang baik.

Kemampuan Alih Teknologi.

Pertarungan perdagangan hasil pertanian tidak hanya terjadi secara regional, persaingan ini terjadi begitu massif antar benua, produk-produk pertanian yang berasal dari benua lain dapat kita jumpai dengan mudah di pasar – pasar diberbagai daerah di Indonesia. Teknologi yang berkembang di Negara Negara lain harus secepatnya diserap dan digunakan di Indonesia, namun demikian, kondisi petani dan struktur lahan pertanian yang berbeda harus membuat kita pintar – pintar, dan selektif memilih teknologi yang tepat untuk pertanian di Indonesia.

Panjangnya Rantai Tata Niaga Pertanian

Panjangnya rantai niaga hasil pertanian membuat petani tidak mendapatkan harga yang cukup baik bagi kesejahteraan keluarganya, oleh karena itu petani harus berusaha memotong rantai perdagangan ini dengan membuat lembaga perdagangan bersama atau koperasi untuk mengolah hasil pasca panen, hal ini dapat membuat petani memiliki nilai tawar untuk mengendalikan harga, selain itu petani juga akan mendapatkan nilai tambah dari sisa hasil usaha yang akan dibagikan oleh koperasi kepada anggotanya.

PERAN PEMERINTAH

Kenyataan bahwa Indonesia merupakan Negara dengan penduduk yang sangat besar, tentu Indonesia akan menjadi target pasar internasional, hal ini harus dijadikan sebuah kesadaran pemerintah dalam melindungi produsen “petani” asli Indonesia untuk dapat survive dalam negerinya sendiri, atau bahkan diberikan insentif agar lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas hasil panen, sehingga mampu mengekspor ke Negara –negara lain.

Pemerintah diharapkan mampu membuat regulasi- regulasi yang pro terhadap petani kecil, hal ini penting mengingat perdagangan dunia yang kian keras, perdagangan bebas membuat petani dalam negeri semakin lemah karena desakan dari pasar luar negeri, ditambah dengan hasrat para importir Indonesia yang ingin mendapatkan untung besar dengan cara memasukkan barang – barang dari luar negeri, tentu ini akan menjadi derita tersendiri bagi petani Indonesia.

Selain proteksi berupa regulasi –regulasi, pemerintah harus memberdayakan petani dengan cara penyuluhan –penyuluuhan kepada target secara langsung, dengan membuat percontohan pertanian, sehingga petani dapat lebih mudah menyerap pengetahuan yang diberikan pemerintah. Sering kali pemerintah melupakan ini, rata- tata petani yang memiliki tingkat pendidikan yang bisa dikatakan rendah justru dipaksa berfikir abstrak dengan mengadakan penyuluhan di dalam ruang- ruang seminar, serasehan atau semacamnya, padahal petani akan lebih muda menyerap pengetahuan itu dengan cara melihat langsung dengan contoh yang real.


Keseriusan pemerintah dalam mensejahterakan keluarga petani juga dapat diukur sejauh mana pemerintah berkomitmen dengan memberikan beasiswa kepada keluarga petani untuk dapat mengenyam pendidikan di fakultas- fakultas pertanian yang terbaik di Indonesia. Hal ini penting untuk mendorong kreativitas petani dan produktifitas panen yang baik, yang selanjutnya citra dunia pertanian dapat terangkat dan minat generasi muda untuk bertani dapat tumbuh kembali.

KESIMPULAN

Melihat kompleksitas permasalahan petani di atas, maka kemudian yang perlu diperhatikan dalam upaya pembangunan sektor pertanian ini, semua stakeholder harus dilibatkan, agar cita- cita swasembada pangan dapat terealisasikan. Petani sebagai eksekutor, ujung tombak suplay pangan bangsa Indonesia, harus meningkatkan kesadaran terhadap realitas ekonominya, sehingga terbentuk suatu pemberdayaan petani yang nyata.

Nani Maryani menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah tercapainya kemampuan seseorang untuk memahami dan mengontrol kekuatan –kekuatan sosial, ekonomi dan politik yang mungkin diperankannya sehingga dapat memperbaiki kedudukannya (status) dan perananya dalam masyarakat.

Selanjutnya pemerintah dan para petani secara bersama- sama mendorong para petani agar tidak hanya mampu untuk menananam (pra-panen) namun kemudia petani juga harus mampu melakukan usaha -usaha pengolahan hasil panen (pasca-panen), agar petani dapat mengambil nilai tambah dari hasil panennya, semisal petani padi, maka petani harus mampu membentuk suatu badan atau usaha bersama untuk membuat produk beras unggulan siap panen, sehingga hasil yang didapatkan akan lebih besar dari sekedar menjual gabah kering panen (GKP).

Baca Juga: ASEAN COMMUNITY
___________________
Sumber Gambar: Google.com

No comments for "PETANI DAN KESEJAHTERAANNYA"